kursor

Cute Polka Dotted Pink Bow Tie Ribbon

Rabu, 21 Desember 2011

Pendidikan Holistik Berbasis Karakter

1.      Pendidikan Formal dan Informal
Sasaran pendidikan adalah manusia, pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi manusia merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Ibarat biji mangga bagaimanapun wujudnya jika ditanam dengan baik pasti akan menjadi pohon mangga dan bukannya menjadi pohon jambu. 
Pendidikan merupakan hal terpenting membentuk kepribadian. Pendidikan itu tidak selalu berasal dari pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal dan non formal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian, terutama anak atau peserta didik. Dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 kita dapat melihat ketiga perbedaan model lembaga pendidikan tersebut. Dikatakan bahwa Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Sedangkan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Pendidikan dasar melalui formal maupun informal semakin penting bagi masyarakat untuk membentuk daya saing bangsa karena pendidikan mendidik pribadi untuk menjadi pribadi yang bernilai dan berkualitas. Pendidikan di dalam keluarga adalah awal yang mendasar dalam membentuk karakter pribadi seseorang. Menurut suatu penelitian, fenomena anak manja dipercaya lebih banyak ditemukan sekarang daripada beberapa tahun silam. Kemungkinan hal ini sedikit banyak dikarenakan pengaruh media yang terkesan sangat memuja ”putri manja”. Walaupun banyak yang berpikir bahwa faktor uang adalah alasan utama terbangunnya karakter ini, tetapi justru banyak keluarga yang pas-pasan hidupnya memiliki anak yang sulit diatur. Seringkali orangtua tidak sadar dengan kasih sayang yang berlebihan dengan memberikan semua yang diinginkan anak supaya si buah hati tidak kecewa. Memanjakan anak dengan cara ini akan mengakibatkan berbagai masalah dan kesulitan seperti terjebak dalam narkoba, rokok, dan minuman keras, memperoleh nilai yang buruk di sekolah, bolos, serta mencontek saat ujian.
Memperhatikan ketiga jenis pendidikan di atas, ada kecenderungan bahwa pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal yang selama ini berjalan terpisah satu dengan yang lainnya. Mereka tidak saling mendukung untuk peningkatan pembentukan kepribadian peserta didik. Setiap lembaga pendidikan tersebut berjalan masing-masing sehingga yang terjadi sekarang adalah pembentukan pribadi peserta didik menjadi parsial, misalnya anak bersikap baik di rumah, namun ketika keluar rumah atau berada di sekolah ia melakukan perkelahian antarpelajar, memiliki ‘ketertarikan’ bergaul dengan wanita tuna susila atau melakukan perampokan. Sikap-sikap seperti ini merupakan bagian dari penyimpangan moralitas dan perilaku sosial pelajar .
Oleh karena itu, ke depan dalam rangka membangun dan melakukan penguatan peserta didik perlu menyinergiskan ketiga komponen lembaga pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah pendidik dan orangtua berkumpul bersama mencoba memahami gejala-gejala anak pada fase negatif, ada rasa kegelisahan, ada pertentangan sial, ada kepekaan emosiaonal, kurang percaya diri, mulai timbul minat pada lawan jenis, adanya perasaan malu yang berlebihan, dan kesukaan berkhayal .
Dengan mempelajari gejala-gejala negatif yang dimiliki anak remaja pada umumnya, orangtua dan pendidik akan dapat menyadari dan melakukan upaya perbaikan perlakuan sikap terhadap anak dalam proses pendidikan formal, non formal dan informal.
Pendidikan holistik adalah perpaduan antara intelektual, emosional dan religius. Jika ini dikembangkan dengan baik, maka akan terbentuk manusia yang berjiwa ” holistik “, yang mencerminkan jati diri / tabiat atau karakter yang unggul.  Pendidikan holistik yang mengembangkan seluruh potensi intelektual, rohani, jasmani, hingga estetika harus dikedepankan di sekolah-sekolah untuk menghasilkan generasi muda bangsa yang memiliki makna dalam hidupnya. Implementasi pendidikan holistik ini sebenarnya sudah berkembang dalam dunia pendidikan indonesia sejak sebelum kemerdekaan, namun kini justru semakin dilupakan.

2. Pendidikan Holistik
Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual. Secara historis, pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru.
Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik, diantaranya : Jean Rousseau, Ralph Waldo Emerson, Henry Thoreau, Bronson Alcott, Johann Pestalozzi, Friedrich Froebel dan Francisco Ferrer. Berikutnya, kita mencatat beberapa tokoh lainnya yang dianggap sebagai pendukung pendidikan holistik, adalah : Rudolf Steiner, Maria Montessori, Francis Parker, John Dewey, John Caldwell Holt, George Dennison Kieran Egan, Howard Gardner, Jiddu Krishnamurti, Carl Jung, Abraham Maslow, Carl Rogers, Paul Goodman, Ivan Illich, dan Paulo Freire.
Pemikiran dan gagasan inti dari para perintis pendidikan holistik sempat tenggelam sampai dengan terjadinya loncatan paradigma kultural pada tahun 1960-an. Memasuki tahun 1970-an mulai ada gerakan untuk menggali kembali gagasan dari kalangan penganut aliran holistik. Kemajuan yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi pertama pendidikan Holistik Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas California pada bulan Juli 1979, dengan menghadirkan The Mandala Society dan The National Center for the Exploration of Human Potential. Enam tahun kemudian, para penganut pendidikan holistik mulai memperkenalkan tentang dasar pendidikan holistik dengan sebutan 3 R’s, akronim dari relationship, responsibility dan reverence. Berbeda dengan pendidikan pada umumnya, dasar pendidikan 3 R’s ini lebih diartikan sebagai writing, reading danarithmetic atau di Indonesia dikenal dengan sebutan calistung (membaca, menulis dan berhitung).
Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).
Jika merujuk pada pemikiran Abraham Maslow, maka pendidikan harus dapat mengantarkan peserta didik untuk memperoleh aktualisasi diri (self-actualization) yang ditandai dengan adanya: (1) kesadaran; (2) kejujuran; (3) kebebasan atau kemandirian; dan (4) kepercayaan.
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.
Dalam pendidikan holistik, peran dan otoritas guru untuk memimpin dan mengontrol kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan guru lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor, dan fasilitator. Forbes (1996) mengibaratkan peran guru seperti seorang teman dalam perjalanan yang telah berpengalaman dan menyenangkan.
Sekolah hendaknya menjadi tempat peserta didik dan guru bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting, perbedaan individu dihargai dan kerjasama lebih utama dari pada kompetisi.
Gagasan pendidikan holistik telah mendorong terbentuknya model-model pendidikan alternatif, yang mungkin dalam penyelenggaraannya sangat jauh berbeda dengan pendidikan pada umumnya, salah satunya adalah homeschooling, yang saat ini sedang berkembang, termasuk di Indonesia.

3.   Pendidikan Holistik Berbasis Karakter
Perlu menggunakan kurikulum berkarakter atau “Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated Curriculum), yang merupakan kurikulum terpadu yang “menyentuh” semua aspek kebutuhan anak. Sebuah kurikulum yang terkait, tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual.
Pembelajaran holistik terjadi apabila kurikulum dapat menampilkan tema yang mendorong terjadinya eksplorasi atau kejadian-kejadian secara autentik dan alamiah. Dengan munculnya tema atau kejadian yang alami ini akan terjadi suatu proses pembelajaran yang bermakna dan materi yang dirancang akan saling terkait dengan berbagai bidang pengembangan yang ada dalam kurikulum.
Pembelajaran holistik berlandaskan pada pendekatan inquiry dimana anak dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi dan berbagi gagasan. Anak-anak didorong untuk berkolaborasi bersama teman-temannya dan belajar dengan “cara” mereka sendiri. Anak-anak diberdayakan sebagai si pembelajar dan mampu mengejar kebutuhan belajar mereka melalui tema-tema yang dirancang. 
Sebuah pembelajaran yang holistik hanya dapat dilakukan dengan baik apabila pembelajaran yang akan dilakukan alami-natural-nyata-dekat dengan diri anak, dan guru-guru yang melaksanakannya memiliki pemahaman konsep pembelajaran terpadu dengan baik. Selain itu juga dibutuhkan kreativitas dan bahan-bahan/sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam berlatih membuat model-model yang tematis juga sangat menentukan kebermaknaan pembelajaran.
Tujuan model pendidikan holistik berbasis karakter adalah mmbentuk manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual dan intelektual siswa secara optimal. Selain itu untuk membentuk manusia yang life long learners (pembelajar sejati). Yaitu dengan:
1. Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan dalam konteks kehidupannya (student active learning, contextual learning, inquiry-based learning, integrated learning);
2. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (conducive learning community) sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat;
3. Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan erkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good;
4.  Metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan juga 9 aspek kecerdasan manusia;
5.   Seluruh pendekatan di atas menerapkanprinsip-prinsip.

4.  Pengembangan Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter 
Indonesia Heritage Foundation (IHF) telah mengembangkan sebuah model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter yang memfokuskan pada pembentukan seluruh aspek dimensi manusia, sehingga dapat menjadi manusia yang berkarakter. Kurikulum Holistik Berbasis Karakter ini disusun berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan Student Active Learning, Integrated Learning, Developmentally Appropriate Practices, Contextual Learning, Collaborative Learning, dan Multiple Intelligences yang semuanya dapat menciptakan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan, serta dapat mengembangkan seluruh aspek dimensi manusia secara holistik. Model pendidikan holistik berbasis karakter ini telah dipakai oleh Departemen Pendidikan Nasional dalam proyek pengembangan “Model Penyelenggaraan BBE (Pendidikan Berorientasi Keterampilan Hidup) Melalui Pembelajaran Terpadu di TK dan SD Kelas Rendah” (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Indonesia Heritage Foundation adalah yayasan yang bergerak dalam bidang Character Building (Pendidikan Karakter) yang mempunyai visi “Membangun Bangsa Berkarakter” melalui pengkajian, dan pengembangan pendidikan holistik dengan fokus menanamkan 9 pilar karakter. Adapun 9 pilar karakter ini adalah nilai-nilai luhur universal yang terdiri dari: 
1.      Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya
2.      Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian
3.      Kejujuran
4.   Hormat dan Santun 
5.   Kasih Sayang, Kepedulian, dan Kerjasama 
6.   Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah
7.   Keadilan dan Kepemimpinan
8.   Baik dan Rendah Hati 
9.   Toleransi, Cinta Damai, dan Persatuan
Kurikulum yang digunakan adalah “Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated Curriculum), yaitu kurikulum terpadu yang “menyentuh” semua aspek kebutuhan anak. Sebuah kurikulum yang terkait, tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual. Bidang-bidang pengembangan yang ada di SMA dan mata pelajaran yang ada di SMA yang dikembangkan dalam konsep pendidikan kecakapan hidup yang terkait dengan pendidikan personal dan sosial, pengembangan berpikir/kognitif, pengembangan karakter dan pengembangan persepsi motorik juga dapat teranyam dengan baik apabila materi ajarnya dirancang melalui pembelajaran yang terpadu dan menyeluruh (Holistik).
Pembelajaran holistik terja di apabila kurikulum dapat menampilkan tema yang mendorong terjadinya eksplorasi atau kejadian-kejadian secara autentik dan alamiah. Dengan munculnya tema atau kejadian yang alami ini akan terjadi suatu proses pembelajaran yang bermakna dan materi yang dirancang akan saling terkait dengan berbagai bidang pengembangan yang ada dalam kurikulum. Pembelajaran holistik berlandaskan pada pendekatan inquiry dimana anak dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi dan berbagi gagasan. Anak-anak didorong untuk berkolaborasi bersama teman-temannya dan belajar dengan “cara” mereka sendiri. Anak-anak diberdayakan sebagai si pembelajar dan mampu mengejar kebutuhan belajar mereka melalui tema-tema yang dirancang.
Sebuah pembelajaran yang holistik hanya dapat dilakukan dengan baik apabila pembelajaran yang akan dilakukan alami-natural-nyata-dekat dengan diri anak, dan guru-guru yang melaksanakannya memiliki pemahaman konsep pembelajaran terpadu dengan baik. Selain itu juga dibutuhkan kreativitas dan bahan-bahan/sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam berlatih membuat model-model yang tematis juga sangat menentukan kebermaknaan pembelajaran.

5.  Tujuan Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter 
Membentuk manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual dan intelektual siswa secara optimal. Selain itu untuk membentuk manusia yang lifelong learners (pembelajar sejati) dengan menerapkan beberapa strategi, seperti :
1. Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan dalam konteks kehidupannya (student active learning, contextual learning, inquiry-based learning, integrated learning).
2. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (conducive learning community) sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat. 
3. Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, oving the good, and acting the good. 
4. Metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan juga 9 aspek kecerdasan manusia. 
5. Seluruh pendekatan di atas menerapkan prinsip-prinsip Developmentally Appropriate Practices.

6. Penerapan Konsep Pendidikan Holistik Berbasis Karakter dalam Pembelajaran di SMA
Metode Pendidikan 9 Pilar Karakter
Setiap tema Pilar Karakter diatur untuk dapat diterapkan selama 2 sampai 3 minggu. Masing -masing tema Pilar terdiri dari berbagai macam contoh kegiatan praktis bagi para pendidik yang terfokus pada metode: knowing the good, feeling and loving the good and acting the good.
9 Pilar Karakter tersebut adalah:
1.      Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya (love Allah, trust, reverence, loyalty)
2.      Tanggung jawab, Kedisiplinan dan Kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness)
3.      Kejujuran/Amanah dan Arif (trustworthines, honesty, and tactful)
4.      Hormat dan Santun (respect, courtesy, obedience)Dermawan, Suka menolong dan Gotong-royong/Kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation)
5.      Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination, enthusiasm)
6.      Kepemimpinan (leadership)
7.      Keadilan (justice, fairness, mercy)
8.      Baik dan Rendah Hati (kindness, friendliness, humility, modesty)
9.      Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity)
Penerapan Pendidikan holistik berbasis karakter ini pada proses pembelajaran Siswa SMA, memiliki pendekatan-pendekatan yan nantinya dapat meransang siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Di dalam dalam prosesnya memiliki kurikulum yang melibatkan siswa untuk dapat meraih Sembilan (9) aspek karakter manusia, seperti diantaranya jujur, adil, berjiwa kepemimpinan, dan bertanggung jawab.
Sebagaimana diketahui bahwa siswa SMA akhir-akhir ini semakin mengalami kemunduran dalam hal pembangunan karakter mereka. Sehingga proses pendidikan berbasis karakter ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti rangkaian-rangkaian kegiatan pembelajaran. Dan nantinya guru dapat merumuskan suatu langkah-langkah yang dapat meningkatkan gairah siswa untuk belajar.
Sebuah pembelajaran yang holistik hanya dapat dilakukan dengan baik apabila pembelajaran yang akan dilakukan alami-natural-nyata-dekat dengan diri anak, dan guru-guru yang melaksanakannya memiliki pemahaman konsep pembelajaran terpadu dengan baik. Selain itu juga dibutuhkan kreativitas dan bahan-bahan/sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam berlatih membuat model-model yang tematis juga sangat menentukan kebermaknaan pembelajaran.
Kurikulum yang digunakan adalah “Kurikulum Holistik Berbasis Karakter” (Character-based Integrated Curriculum), yaitu kurikulum terpadu yang “menyentuh” semua aspek kebutuhan anak. Sebuah kurikulum yang terkait, tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual. Bidang-bidang pengembangan yang ada di SMA dan mata pelajaran yang ada di SMA yang dikembangkan dalam konsep pendidikan kecakapan hidup yang terkait dengan pendidikan personal dan sosial, pengembangan berpikir/kognitif, pengembangan karakter dan pengembangan persepsi motorik juga dapat teranyam dengan baik apabila materi ajarnya dirancang melalui pembelajaran yang terpadu dan menyeluruh (Holistik).


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual. Secara historis, pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru.
Pendidikan holistik adalah perpaduan anatara intelektual, emosional dan religius. Jika ini dikembangkan dengan baik, maka akan terbentuk manusia yang berjiwa ” holistik “, yang mencerminkan jati diri / tabiat atau karakter yang unggul.  Pendidikan holistik yang mengembangkan seluruh potensi intelektual, rohani, jasmani, hingga estetika harus dikedepankan di sekolah-sekolah untuk menghasilkan generasi muda bangsa yang memiliki makna dalam hidupnya. Implementasi pendidikan holistik ini sebenarnya sudah berkembang dalam dunia pendidikan indonesia sejak sebelum kemerdekaan, namun kini justru semakin dilupakan.
Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be).

B. Saran
Saya selakui penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saya menyarankan kepada pembaca agar tidak hanya berpedoman pada hasil makalah ini untuk memahami tujuan-tujuan yang ada didalamnya. Perlu adanya studi pustaka untuk memperdalam pemahaman pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.a. 2011. Pendidikan Holistik Berbasis Karakter. http://edukasi. kompasiana.com /2011/05/26/pendidikan-holistik-berbasis-karakter/. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2011.

Anonim b . 2011. Indonesia Heritage Foundation. (http://hariansib.com/). Diakses pada tanggal 03 Oktober 2011.

Harun, Amminda. 2011. Pendidikan Holistik Berbasis Karakter. http://www.tugaskuliah.info/2009/07/pendidikan-holistik-berbasis-karakter.html. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2011.

Soleh, Malik. 2011, Peduli. Pendidikan Karakter. http://ypk.or.id/in/berita-a-artikel/artikel/110- yuk-kita-peduli-pendidikan-karakter-3.html. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2011.

Sudrajat, Akhmad. 2011. Pendidikan Holistik. http://akhmadsudrajat.wordpress.com /2008/01/26/pendidikan-holistik/. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar