A.
Pengertian
Logam Berat
Logam
merupakan toksikan yang unik. Logam ditemukan dan menetap di alam, tetapi
bentuk kimianya dapat berubah akibat pengaruh fisikokimia, biologis, atau
akibat aktivitas manusia.
Logam
adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan tambang, vulkanisme
dan sebagainya. Umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan
dengan unsur lain, sangat jarang yang ditemukan dalam elemen tunggal. Unsur ini
dalam kondisi suhu kamar tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang
berbentuk cair, misalnya merkuri (Hg). Dalam badan perairan, logam pada umumnya
berada dalam bentuk ion-ion, baik sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk
ion-ion tunggal. Sedangkan pada lapisan atmosfir, logam ditemukan dalam bentuk
partikulat, dimana unsur-unsur logam tersebut ikut berterbangan dengan
debu-debu yang ada di atmosfir.
Logam
berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan perhatian berlebih
akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang semakin meningkat dan
bahaya yang mungkin ditimbulkan. Logam berat menunjuk pada logam yang mempunyai
berat jenis lebih tinggi dari 5 atau 6 g/cm3. Namun pada
kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan pula unsur-unsur
metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat sehingga jumlah
seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam berat yang beracun
tersebut adalah As, Cd. Cr, Cu, Pb, Hg, Ni, dan Zn.
Secara umum logam berat telah digunakan secara
luas terutama dalam bidang kimia dan industri. Menurut palar (1994), secara
umum logam berat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan yang baik sebagai
penghantar daya listrik (konduktor)
b. memiliki rapat massa yang tinggi.
c. Dapat membentuk alloy dengan logam
lainnya
d.
Untuk logam yang padat dapat ditempa dan dibentuk
Unsur-unsur
atau kandungan logam yang terdapat dalam atmosfir ditemukan dalam bentuk
partikel atau merupakan senyawa. Unsur logam ditemukan secara luas di seluruh
permukaan bumi yang dapat bersifat toksik yang berbahaya bagi manusia apabila
masuk ke dalam tubuh dimana logam tersebut biasanya terdapat dalam makanan, air
dan udara.
Limbah
Logam Berat atau heavy metal termasuk
golongan limbah B3. Limbah yang mengandung logam berat adalah issue lingkungan
yang menjadi perhatian banyak pihak, utamanya bagi industri-industri di tanah
air. Masalah limbah logam berat sangat serius diperhatikan mengingat dampak
yang ditimbulkannya begitu nyata bagi kehidupan makhluk hidup, termasuk
manusia.
Logam berat biasanya sangat sedikit dalam air secara ilmiah
kurang dari 1 g/L. Kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan
air dikontrol oleh :
(1)
pH badan air,
(2)
jenis dan konsentrasi logam dan khelat
(3) keadaan komponen mineral
teroksida dan sistem berlingkungan redoks.
Logam berat yang dilimpahkan ke
perairan, baik di sungai ataupun laut akan dipindahkan dari badan airnya
melalui beberapa proses yaitu : pengendapan, adsorbsi dan absorbsi oleh
organisme perairan. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan
organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga
kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air.
Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat dan
mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, oleh karena itu kadar
logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991).
Konsentrasi logam berat pada sedimen tergantung pada beberapa faktor yang
berinteraksi. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Sumber
dari mineral sedimen antara sumber alami atau hasil aktifitas manusia.
2.
Melalui partikel pada lapisan permukaan atau lapisan dasar sedimen.
3.
Melalui partikel yang terbawa sampai ke lapisan dasar.
4.
Melalui penyerapan dari logam berat terlarut dari air yang bersentuhan.
B.
Penggolongan
Logam Berat
Menurut Vouk (1986) yang mengatakan
bahwa terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah
teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang
toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
1. Jenis pertama adalah logam berat
esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh
organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek
racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.
2. Jenis kedua adalah logam berat tidak
esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui
manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan
lain-lain.
Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi
manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh.
Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga
proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan
bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi
manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.
Niebor dan Richardson menggunakan istilah logam berat untuk
menggantikan pengelompokan ion-ion logam ke dalam kelompok biologi dan kimia
(bio-kimia). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Logam-logam yang dengan mudah
mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan juga dengan unsur oksigen atau
disebut juga dengan oxygen-seeking metal.
2. Logam-logam yang dengan mudah
mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur nitrogen dan atau unsur
belerang (sulfur) atau disebut juga nitrogen/sulfur seeking metal.
3. Logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat
khusus sebagai logam pengganti (ion pengganti) untuk logam-logam atau ion-ion
logam.
Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok,
yaitu :
a.
Bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan
Zn.
b.
Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co.
c. Bersifat tosik rendah terdiri
atas unsur Mn dan Fe.
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara
langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung
terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam, yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah
terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit
terurai (dihilangkan).
2. Dapat
terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan
kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut.
3. Mudah terakumulasi
di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam
dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air
yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga
sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu.
C.
Sifat
dan Karakteristik Logam Berat
1.
Mercury
(Hg)
Air
Raksa atau Mercury (Hg) adalah salah satu logam berat dalam bentuk cair.
Terjadinya pencemaran mercury di perairan laut lebih banyak disebabkan oleh
faktor manusia dibanding faktor alam.
Meskipun pencemaran mercury dapat terjadi secara alami tetapi kadarnya
sangat kecil. Pencemaran mercury secara besar-besaran disebabkan karena limbah
yang dibuang oleh manusia.
Manusia
telah menggunakan mercury oksida (HgO) dan mercury sulfida (HgS) sebagai zat
pewarna dan bahan kosmetik sejak jaman dulu. Dewasa ini mercury telah digunakan
secara meluas dalam produk elektronik, industri pembuatan cat, pembuatan gigi
palsu, peleburan emas, sebagai katalisator, dan lain-lain. Penggunaan mercury
sebagai elektroda dalam pembuatan soda api dalam industri makanan seperti minyak
goreng, produk susu, kertas tima, pembungkus makanan juga kadang mencemari
makanan tersebut.
Pencemaran
logam mercury (Hg) mulai mendapat perhatian sejak munculnya kasus minamata di
Jepang pada tahun 1953. Pada saat itu banyak orang mengalami penyakit yang
mematikan akibat mengonsumsi ikan, kerang, udang dan makanan laut lainnya yang
mengandung mercury. Kasus minamata yang terjadi dari tahun 1953 sampai 1975
telah menyebabkan ribuan orang meninggal dunia akibat pencemaran mercury di
Teluk Minamata Jepang.
Industri
Kimia Chisso menggunakan mercury khlorida (HgCl2) sebagai
katalisator dalam memproduksi acetaldehyde sintesis di mana setiap memproduksi
satu ton acetaldehyde menghasilkan limbah antara 30-100 gr mercury dalam bentuk
methyl mercury (CH3Hg) yang dibuang ke laut Teluk Minamata.
Methyl
mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung dari air
maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada
daging kerang-kerangan, crustacea dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari
bagi masyarakat Minamata. Konsentrasi atau kandungan mercury dalam rambut
beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm. Masyarakat
Minamata yang mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut dalam jumlah
banyak telah terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa dan
bahkan banyak yang meninggal dunia.
2.
Khromium (Cr)
Khromium (Cr) adalah
metal kelabu yang keras. Khromium terdapat pada industri gelas, metal,
fotografi, dan elektroplating. Dalam bidang industri, khromium diperlukan dalam
dua bentuk, yaitu khromium murni dan aliasi besi-besi khromium yang disebut
ferokromium sedangkan logam khromium murni tidak pernah ditemukan di alam.
Khromium sendiri sebetulnya tidak toksik, tetapi senyawanya sangat iritan dan
korosif. Inhalasi khromium dapat menimbulkan kerusakan pada tulang hidung. Di
dalam paru-paru, khromium ini dapat menimbulkan kanker. Sebagai logam berat,
khrom termasuk logam yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki
oleh khrom ditentukan oleh valensi ionnya. Logam Cr6+ merupakan
bentuk yang paling banyak dipelajari sifat racunnya dikarenakan Cr6+ merupakan
toxic yang sangat kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan
keracunan kronis.
Khromium mempunyai
konfigurasi electron 3d54s1, sangat keras, mempunyai
titik leleh dan titik didih tinggi diatas titik leleh dan titik didih
unsur-unsur transisi deret pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting
adalah +2, +3 dan +6. jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat sekali
dalam asam encer membentuk garam kromium (II).
Senyawa-senyawa yang
dapat dibentuk oleh khromium mempunyai sifat yang berbeda-beda sesuai dengan
valensi yang dimilikinya. Senyawa yang terbentuk dari logam Cr+2
akan bersifat basa, dalam larutan air kromium (II) adalah reduktor kuat dan
mudah dioksidasi diudara menjadi senyawa khromium (III) dengan reaksi :
2 Cr2+
(aq) + 4H+ (aq) + O2 (g)
+ 2 Cr3+ (aq) + 2 H2O (l)
Senyawa yang terbentuk dari ion khromium
(III) atau Cr3+ bersifat amfoter dan merupakan ion yang paling
stabil di antara kation logam transisi yang lainnya serta dalam larutan.
Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr6+ akan bersifat asam. Cr3+
dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Khrom hidroksida ini tidak terlarut
dalam air pada kondisi pH optimal 8,5–9,5 akan tetapi akan melarut lebih tinggi
pada kondisi pH rendah atau asam. Cr6+ sulit mengendap, sehingga
dalam penanganannya diperlukan zat pereduksi dari Cr6+ menjadi Cr3+.
3.
Seng (Zn)
Seng
(Zn) adalah metal yang didapat antara lain pada industri alloy, keramik,
pigmen, karet, dan lain-lain. Toksisitas Zn pada hakekatnya rendah. Tubuh
memerlukan Zn untuk proses metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi dapat
bersifat racun. Seng menyebabkan warna air menjadi opalescent, dan bila dimasak
akan timbul endapan seperti pasir.
Seng adalah suatu
bluish-white, metal berkilauan, Zinc merupakan logam seperti perak banyak
digunakan dalam industri baja supaya tahan karat, membuat kuningan, membuat
kaleng yang tahan panas dan sebagainya. Rapuh pada suhu lingkungan tetapi lunak
pada suhu 100-150°C. Merupakan suatu
konduktur listrik dan
terbakar tinggi di dalam udara pada panas merah-pijar.
Logam seng (Zn)
tersedia secara komersial jadi tidak secara normal untuk membuatnya di dalam
laboratorium. Kebanyakan produksi seng didasarkan bijih sulfid. Zn dipanggang
didalam pabrik industri untuk membentuk oksida seng, ZnO. Ini dikurangi dengan
karbon untuk membentuk seng metal, tetapi diperlukan practice ingenious
technology untuk memastikan bahwa seng yang dihasilkan tidak mengandung oksida
tak murni.
ZnO + C → Zn + CO
ZnO + CO → Zn + CO2
CO2 + C → 2CO
4.
Tembaga (Cu)
Tembaga dengan
nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Logam ini berbentuk kristal dengan
warna kemerahan. Secara kimia, senyawa-senyawa dibentuk oleh logam Cu (tembaga)
mempunyai bilangan valensi +1 dan +2 yang tidak dapat larut dalam air dingin
atau air panas, tetapi mereka dapat dilarutkan dalam larutan asam. Cu merupakan
penghantar listrik terbaik setelah perak (Argentum-Ag), karena itu logam Cu
banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan. Pada manusia, efek
keracunan yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap. Cu tersebut
adalah terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan
hidung. Kerusakan itu, merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang
dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut.
Secara umum
sumber masuknya logam Cu ke dalam tatanan lingkungan adalah secara alamiah dan
non alamiah. Berikut ini adalah proses masuknya Cu ke alam :
a.
Secara alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat
peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi)
dari batuan mineral, dari debu-debu dan atau partikulat-partikulat Cu yang ada
dalam lapisan udara yang turun bersama hujan.
b.
Secara non alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat
dari suatu aktifitas manusia. Jalur dari aktfitas manusia ini untuk memasukkan
Cu ke dalam lingkungan ada berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan
pembuangan oleh industri yang memakai Cu dalam proses produksinya.
5.
Timbal (Pb)
Timbal atau
dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya
dinamakan plumbum. Dahulu digunakan sebagai konstituen di dalam cat, baterai,
dan saat ini banyak digunakan dalam bensin. Pb organik (TEL = Tetra Ethyl Lead) sengaja ditambahkan ke
dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktan. Pb adalah racun sitemik yang
dikenal dengan cara pemasukannya setiap hari dapat melalui makanan, air, udara
dan penghirupan asap tembakau. Efek dari keracunan Pb dapat menimbulkan
kerusakan pada otak dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak, antara
lain epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar.
Timbal dalam
industri digunakan sebagai bahan pelapis untuk bahan kerajinan dari tanah
karena pada temperatur yang rendah bahan pelapis dapat digunakan. Sekarang
banyak juga digunakan sebagai pelapis pita-pita, karena mempunyai sikap
resisten terhadap bahan korosif dan bahan baterai, cat. Senyawaan yang terpenting
adalah (CH3)4Pb dan (C2H5)4Pb
yang dibuat dalam jumlah yang sangat besar untuk digunakan sebagai zat
“antiknock” dalam bahan bakar.
D.
Dampak
Negatif Logam Berat bagi Manusia
Sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara
alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses
biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan
diantaranya:
1. Berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa
air),
2. Berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang,
3. Berbahaya bagi kesehatan manusia,
4. Menyebabkan kerusakan pada ekosistem.
Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme
air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan
haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota. Akan tetapi bila
jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan
berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh.
Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap
manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak
tersebut antar lain :
1. Timbal (Pb)
Dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan
sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf), gangguan pada
ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, dan
gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, dapat menurunkan IQ pada anak kecil jika
terdapat 10-20 myugram/dl dalam darah.
2. Kadmium (Cd)
Jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat
menghambat kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru, mual,
muntah, diare, kram, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal
dan hati, dan gangguan kardiovaskuler. Kadmium dapat pula merusak tulang (osteomalacia, osteoporosis) dan
meningkatkan tekanan darah. Gejala umum keracunan Kadmium adalah sakit di dada,
nafas sesak (pendek), batuk – batuk, dan lemah.
3. Merkuri (Hg)
Dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya,
menyebabkan bronchitis, sampai rusaknya paru-paru. Gejala keracunan Merkuri
tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka terhadap rasa
dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, gangguan psikologi (rasa cemas
dan sifat agresif), dan sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang tinggi
mengakibatkan kerusakan sel-sel saraf di otak kecil, gangguan pada luas
pandang, kerusakan sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil. Turunan
oleh Merkuri (biasanya etil merkuri) pada proses kehamilan akan nampak setelah
bayi lahir yang dapat berupa cerebral palsy maupun gangguan mental. Sedangkan
keracunan Merkuri yang akut dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan,
gangguan kardiovaskuler, kegagalan ginjal akut maupun shock.
4. Arsenik (As)
Dalam tubuh dapat mengganggu daya pandang mata,
hiperpigmentasi (kulit menjadi berwarna gelap), hiperkeratosis (penebalan
kulit), pencetus kanker, infeksi kulit (dermatitis). Selain itu, dapat
menyebabkan kegagalan fungsi sumsum tulang, menurunnya sel darah, gangguan
fungsi hati, kerusakan ginjal, gangguan pernafasan, kerusakan pembuluh darah,
varises, gangguan sistem reproduksi, menurunnya daya tahan tubuh, dan gangguan
saluran pencernaan.
5. Chromium (Cr)
Dalam tubuh dapat berakibat buruk terhadap sistem saluran
pernafasan, kulit, pembuluh darah, dan ginjal. Dampak kandungan logam berat
memang sangat berbahaya bagi kesehatan. Namun, kita dapat mencegahnya dengan
meningkatkan kesadaran untuk ikut serta melestarikan sumber daya hayati serta
menjaga kesehatan baik untuk diri sendiri maupun keluarga. Salah satu cara
sederhana untuk menjaga kesehatan adalah dengan mendeteksi kondisi air yang
kita gunakan sehari-hari, terutama kebutuhan untuk minum. Jika kondisi air Anda
sudah terdeteksi, maka akumulasi logam berat dalam tubuh dapat kita cegah.
E.
Upaya
Penanggulangan Pemcemaran Logam Berat
Upaya penanganan pencemaran logam berat sebenarnya dapat
dilakukan dengan menggunakan proses kimiawi. Seperti penambahan senyawa kimia
tertentu untuk proses pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion,
serta beberapa metode lainnya seperti penyerapan menggunakan karbon aktif,
electrodialysis dan reverse osmosis. Namun proses ini relatif mahal dan
cenderung menimbulkan permasalahan baru, yaitu akumulasi senyawa tersebut dalam
sedimen dan organisme akuatik (perairan).
1.
Mikroalgae Penyerap Limbah Logam Berat
Penanganan logam berat dengan mikroorganisme atau mikrobia
(dalam istilah Biologi dikenal dengan bioakumulasi, bioremediasi, atau
bioremoval), menjadi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat
keracunan elemen logam berat di lingkungan perairan tersebut. Metode atau
teknologi ini sangat menarik untuk dikembangkan dan diterapkan, karena memiliki
kelebihan dibandingkan dengan proses kimiawi. Beberapa hasil studi melaporkan,
penggunaan mikroorganisme untuk menangani pencemaran logam berat lebih efektif
dibandingkan dengan resin penular ion dan reverse osmosis dalam kaitannya
dengan sensitivitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih
baik dari proses pengendapan (presipitation)
kalau dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi
logam beratnya. Dengan kata lain, penanganan logam berat dengan mikroorganisme
relatif mudah dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi lingkungan.
Organisme Selular Sianobakteria merupakan organisme selular
yang termasuk kelompok mikroalga atau ganggang mikro. Di alam, organisme ini
tersebar luas baik di perairan tawar maupun lautan. Sampai saat ini diketahui
sekitar 2.000 jenis sianobakteria tersebar di berbagai habitat. Berdasarkan
penelitian terbaru, sianobakteria merupakan salah satu organisme yang diketahui
mampu mengakumulasi (menyerap) logam berat tertentu seperti Hg, Cd dan Pb.
Umumnya, penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan
mikroorganisme terdiri atas dua mekanisme yang melibatkan proses aktif uptake
(biosorpsi) dan pasif uptake (bioakumulasi).
a.
Proses aktif
uptake
Proses ini juga dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup.
Mekanisme ini secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan
sianobakteria, dan/atau akumulasi intraselular ion logam tersebut. Logam berat
dapat juga diendapkan pada proses metabolisme dan ekresi sel pada tingkat
kedua. Proses ini tergantung dari energi yang terkandung dan sensitivitasnya
terhadap parameter yang berbeda seperti pH, suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya
dan lainnya.
b. Proses pasif uptake
Proses ini terjadi ketika ion logam berat terikat pada
dinding sel biosorben. Mekanisme pasif uptake dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu;
1) Pertukaran
ion di mana ion pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat;
2)
Pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat
dengan gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan
hidroksi-karboksil secara bolak balik dan cepat..
2. Aplikasi Biosorpsi Untuk
Penanggulangan Logam Berat Dari Limbah Pertambangan
Proses
penangkapan logam berat untuk mencegah masuknya logam berat tersebut ke badan
perairan di daerah hulu sungai. Penangkapan limbah dilakukan melalui proses
biosorpsi dengan memanfaatkan media biomasa yang mudah diperoleh di daerah
setempat, seperti jarong, jerami, alang-alang, eceng gondok, sekam padi dan
bagas.
Metode
yang digunakan adalah absorbsi kation logam berat oleh dinding sel media bio
yang bermuatan negatip dari gugus karboksil, hidroksil, sulfidril, amina dan
fosfat. Gugus fungsi yang tidak bermuatan seperti atom N dalam peptida
berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa koordinasi dengan kation
logam. Ikatan koordinasi antara dinding sel dan logam melibatkan ligan dan sisi
aktif yang berbeda untuk setiap species, antara lain gugus karboksil dan
fosforil yang membentuk ikatan primer dengan logam. Ikatan sekunder yang lemah
terbentuk antara gugus hidroksil dan amil. Untuk itu dilakukan percobaan
menggunakan berbagai media bio yang mudah diperoleh di daerah setempat seperti
jarong, jerami, alangalang, eceng gondok, sekam padi dan bagas. Teknologi yang
digunakan berupa unggun media bio yang ditempatkan masing-masing dalam 6 buah
kolom tegak yang terbuat dari PVC dan persfex berdiameter 20 cm dengan tinggi
180 cm. Setiap kolom dilengkapi dengan keran pengatur debit air, kontrol tinggi
air dan pompa sirkulasi.
3. Pengolahan Limbah Logam Berat Cr(VI)
Logam
Cr di alam terdapat dalam dua bentuk oksida, yaitu Cr(III) dan Cr(VI). Uniknya
hanya Cr(VI) yang bersifat karsinogenik sedangkan Cr(III) tidak. Toksisitas
Cr(III) hanya sekitar 1/100 kali Cr(VI), bahkan menurut penelitian Cr(III)
ternyata merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan tubuh manusia dengan
kadar 50-200 mikrogram per hari. Cr(VI) mudah larut dalam air dan membentuk divalent
oxyanion yaitu
kromat dan dikromat.
Cr(III)
mempunyai sifat mudah diendapkan atau diabsorpsi oleh senyawa organik maupun
anorganik pada kondisi basa, sehingga pengolahan limbahnya dapat dilakukan
dengan metode presipitasi di mana akan terbentuk endapan senyawa hidroksida.
Metode ini tidak bisa digunakan pada limbah yang mengandung Cr(VI), sehingga
untuk limbaah yang mengandung Cr(VI) harus direduksi terlebih dahulu menjadi
Cr(III). Hal ini karena pada kondisi basa akan terjadi reaksi kesetimbangan
senyawa dikromat dan kromat seperti di bawah ini:
Cr2O72-
+ 2OH- <=>
2CrO42- + H2O
Oranye
Kuning
Pada
kondisi asam reaksi akan bergerak ke kiri menjadi dikomat, sedangkan pada
kondisi basa kesetimbangan akan bergerak ke kanan.
Reduksi Cr(VI)
menjadi Cr(III) harus dilakukan dalam suasana asam dengan langkah-langkah
sebagai berikut. Pertama-tama air limbah dikondisikan pada pH 2.0 sampai 2.5
dengan asam sulfat, asam klorida atau asam lainnya. Kemudian direduksi dengan
menggunakan sodium metabisulfit (NaHSO3), gas SO2, Na2S,
H2S, garam ferro atau bahan pereduksi lainnya. Reaksi
reduksi-oksidasi (redoks) berlangsung cepat dan ditandai dengan perubahan warna
dari warna oranye/kuning menjadi hijau kebiruan. Perubahan warna ini menandakan
telah terjadi perubahan ke senyawa Cr(III). Langkah berikutnya adalah dengan
mempresipitasinya dengan menambahkan unsur OH- yang biasanya dari
NaOH atau kapur hidroksida pada pH 8.5 sampai 9.0. Pada kondisi ini akan
terbentuk Cr(III) hidroksida sesuai dengan reaksi berikut:
Cr6+
+ Fe2+ -> Cr3+
+ Fe3+
(proses
reduksi)
Cr3+
+ 3OH- -> Cr(OH)3 (proses
presipitasi)
Pengolahan Cr(VI)
bisa dengan cara lain yaitu dengan cara elektrolisa. Metode ini lebih cocok
untuk cairan air limbah yang konsentrasinya tinggi, sesuai dengan reaksi
berikut ini:
Cr2O72-
+ 14H+ + 6e -> 2Cr3+
+ 7H2O
Metode lainnya yaitu dengan penukar ion meski jarang dilakukan karena
memerlukan energi yang sangat tinggi dan bahan kimia yang sangat banyak. Untuk
air limbah organik asam kromat digunakan resin penukar ion positif yang bersifat
basa kuat.
Metode lain yang juga dapat dipergunakan adalah reduksi fotokatalitik,
di mana merupakan kombinasi proses fotokimia dan katalis yang terintegrasi
untuk dapat melangsungkan suatu reaksi transformasi kimia yang berlansung pada
permukaan bahan katalis semikonduktor yang terinduksi oleh sinar.
F. Kasus Pencemaran Logam Berat Di
Indonesia
Teluk Buyat, terletak
di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing
(lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000
ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya.
Sejumlah ikan ditemui
memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan
lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah
penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis,
pergelangan, pantat dan kepala
Sejumlah laporan
penelitian telah dikeluarkan oleh berbagai pihak sejak 1999 hingga 2004.
Penelitian-penelitian ini dilakukan sebagai respon atas pengaduan masyarakat
nelayan setempat yang menyaksikan sejumlah ikan mati mendadak, menghilangnya
nener dan beberapa jenis ikan, serta keluhan kesehatan pada masyarakat. Dari
laporan-laporan penelitian tersebut, ditemukan kesamaan pola penyebaran
logam-logam berat seperti Arsen (As), Antimon (Sb), dan Merkuri (Hg) dan Mangan
(Mn), dimana konsentrasi tertinggi logam berbahaya tersebut ditemukan di
sekitar lokasi pembuangan tailing Newmont. Hal ini mengindikasikan bahwa
pembuangan tailing Newmont di Teluk Buyat merupakan sumber pencemaran sejumlah
logam berbahaya. Namun demikian, sejumlah Menteri, diantaranya Menteri
Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, mengeluarkan pernyataan bahwa Teluk Buyat
tidak tercemar. Menteri Kesehatan Achmad Sujudi bahkan mengatakan seolah-olah
penyakit yang diderita oleh masyarakat Teluk Buyat adalah penyakit kulit dan
akibat kekurangan gizi.
Perdebatan yang selama
ini muncul terkait dengan dugaan penyakit Minamata seperti yang pernah terjadi
di Jepang lebih dari tiga dekade yang lalu. Padahal penyakit Minamata itu
adalah penyakit akibat kontaminasi merkuri, sedangkan di Teluk Buyat yang
terjadi adalah kontaminasi sejumlah logam berat: arsen, merkuri, antimon,
mangan, dan senyawa sianida. Jadi, yang harus diverifikasi atau diuji adalah
keterkaitan antara keluhan-keluhan masyarakat atau penyakit mereka dengan
gejala penyakit yang diakibatkan oleh sejumlah logam berat tersebut.
“Kontaminasi Arsen pada tubuh menimbulkan gejala-gejala seperti dada panas,
rasa mual, mudah lelah dan lupa, kolaps, dan kanker kulit. Yang tidak pernah
dilihat adalah dampak dari logam-logam lain, seperti antimon, mangan, dan juga
sianida. Sianida dan mangan bisa menyebabkan gangguan kulit, terutama mangan,
seperti yang kita lihat di pertambangan di Kalimantan,” papar Raja Siregar
pengkampanye di Eksekutif National WALHI.
Dari berbagai laporan
penelitian, termasuk yang dilakukan WALHI, sejumlah konsentrasi logam berat (arsen,
merkuri, antimon, mangan) dan senyawa sianida pada sedimen di Teluk Buyat sudah
tinggi. Jika dibandingkan pada konsentrasi logam berat sebelum pembuangan
tailing (data dari studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan/AMDAL tahun 1994),
konsentrasi arsen di daerah dekat mulut pipa tailing di Teluk Buyat meningkat
hingga 5-70 kali lipat (data WALHI dan KLH 2004). Konsentrasi merkuri meningkat
10 kali lipat di sekitar pipa pembuangan tailing.Jika dibandingkan dengan Teluk
Totok (lokasi penambangan rakyat), konsentrasi arsen dan antimon jauh lebih
tinggi di sekitar pembuangan tailing PT NMR (data Walhi dan KLH 2004). Untuk
merkuri, konsentrasi di Teluk Buyat dan Teluk Totok hampir sama. Namun, pada
data penelitian KLH 2004, konsentrasi merkuri di lokasi pembuangan tailing
Newmont lebih besar dibandingkan dengan di Teluk Totok.
nice sekali,....kalo boleh tahu pustaka dari mana mbak..???,..
BalasHapussumber ??
BalasHapusmantep lah...
BalasHapusMenjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller dan waste water treatment, untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com terima kasih
BalasHapusWA:081310849918
BalasHapusEbobet merupakan situs slot online via deposit pulsa aman dan terpercaya, Dengan menggunakan Satu User ID bisa bermain semua game dari Bola, Live Casino, Slot online, tembak ikan, poker, domino dan masih banyak yang lain.
Sangat banyak bonus yang tersedia di ebobet di antaranya :
Bonus yang tersedia saat ini
Bonus new member Sportbook 100%
Bonus new member Slot 100%
Bonus new member Slot 50%
Bonus new member ALL Game 20%
Bonus Setiap hari 10%
Bonus Setiap kali 3%
Bonus mingguan Cashback 5%-10%
Bonus Mingguan Rollingan Live Casino 1%
Bonus bulanan sampai Ratusan Juta
Bonus Referral
Minimal deposit hanya 10ribu