kursor

Cute Polka Dotted Pink Bow Tie Ribbon

Senin, 27 Juni 2011

Guru Profesional

A.  Syarat-syarat untuk menjadi guru yang professional
Mengingat tugas guru yang demikian kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus sebagai berikut:
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya.
Untuk itulah seorang guru harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memenuhi panggilan tugasnya, baik berupa in-service training (diklat/penataran) maupun pre-service training (pendidikan keguruan secara formal).

B. Hakekat profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar
Pendidikan dapat dipahami dari dua sisi yang meliputinya, yaitu pendidikan sebagai sebuah produksi (education as product), dan pendidikan sebagai sebuah proses (education as process). Dua sisi ini selalu berpengaruh dalam memahami dan melakukan kegiatan pendidikan dalam kehidupan nyata manusia. Pendidikan sebagai sebuah produksi muncul dari keinginan manusia itu sendiri untuk menghasilkan sesuatu, baik yang konkrit maupun yang abstrak. Sehingga muncul dalam dunia pendidikan untuk melakukan penilaian (evaluasi) sebagai hasil dari sebuah kegiatan pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Filsofis sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan knowledge, values, dan skill, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Dalam era reformasi pendidikan, dimana salah satunya isu utamanya adalah peningkatan profesionalisme guru, hal itu merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
Selain itu, pendidikan sebagai sebuah proses selalu berdampak pada sebuah upaya untuk senantiasa memperbaiki agar hasil tersebut menjadi baik. Untuk memperbaiki hasil pendidikan kita, tentu kita perlu tahu tentang kondisi pendidikan kita.
Kita sadari bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Diperlukan orang-orang yang memang benar benar-benar ahli dibidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan jaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas.
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui sertifikasi sebagai sebuah proses ilmiah yang memerlukan pertanggung jawaban moral dan akademis. Dalam isu sertifikasi tercermin adanya suatu uji kelayakan dan kepatutan yang harus dijalani seseorang, terhadap kriteria-kriteria yang secara ideal telah ditetapkan.
Sertifikasi bagi para Guru dan Dosen merupakan amanah dari UU Sistem Pendidikan Nasional kita (pasal 42) yang mewajibkan setiap tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar yang dimilikinya. Singkatnya adalah, sertifikasi dibutuhkan untuk mempertegas standar kompetensi yang harus dimiliki para guru dan dosen sesui dengan bidang ke ilmuannya masing-masing.
Faktor lain yang harus dilakukan dalam mencapai profesionalisme guru adalah, perlunya perubahan paradigma dalam proses belajar menajar. Anak didik tidak lagi ditempatkan sekedar sebagai obyek pembelajaran tetapi harus berperan dan diperankan sebagai subyek. Sang guru tidak lagi sebagai instruktur yang harus memposisikan dirinya lebih tinggi dari anak didik, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator atau konsultator yang bersifat saling melengkapi. Dalam konteks ini, guru dituntut untuk mampu melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, kreatif dan inovatif secara dinamis dalam suasana yang demokratis. Dengan demikian proses belajar mengajar akan dilihat sebagai proses pembebasan dan pemberdayaan, sehingga tidak terpaku pada aspek-aspek yang bersifat formal, ideal maupun verbal. Penyelesaian masalah yang aktual berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah harus menjadi orientasi dalam proses belajar mengajar.Oleh sebab itu, out put dari pendidikan tidak hanya sekedar mencapai IQ, tetapi mencakup pula EQ dan SQ, serta AQ.
Salah satu faktor yang dapat merangsang profesionalisme guru adalah, jenjang karir yang jelas. Dengan adanya jenjang karir yang jelas akan melahirkan kompetisi yang sehat, terukur dan terbuka, sehingga memacu setiap individu untuk berkarya dan berbuat lebih baik.
Kesejahteraan merupakan isu yang utama dalam konteks peran dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar. Paradigma professional tidak akan tercapai apabila individu yang bersangkutan, tidak pernah dapat memfokuskan diri pada satu hal yang menjadi tanggungjawab dan tugas pokok dari yang bersangkutan. Oleh sebab itu, untuk mencapai profesionalisme, jaminan kesejahteraan bagi para guru merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan dan dipisahkan.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya peningkatan profesionalisme seorang guru
Guru merupakan salah satu sumberdaya manusia di sekolah, yang memiliki peran penting. Proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak akan dapat berjalan jika tidak ada guru. Pemberdayaan guru menjadi tugas penting yang harus dapat diwujudkan oleh kepala sekolah di sekolah, sehingga guru dapat bekerja produktif seperti mengajar dengan penuh tanggungjawab, berusaha menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keprofesionalan seorang guru dalam proses belajar mengajar adalah meliputi faktoe eksternal dan internal. Adapun yang termasuk dalam factor internal berupa faktor psikologis, sosiologis dan fisiologis yang ada pada diri siswa dan guru sebagai pebelajar dan pembelajar. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor eksternal adalah semua faktor-faktor ang mempengaruhi proses hasil belajar mengajar di kelas selain faktor yang bersumber dari faktor guru dan siswa. Faktor-faktor eksternal tersebut berupa faktor masukan lingkungan, masukan peralatan, dan masukan eksternal lainnya.
Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor psikologis guru dan siswa misalnya faktor bakat, intelegensi, sikap, perhatian, pikiran, persepsi, pengamatan, minat, motivasi, dan faktor psikologis lainnya. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor psikologis guru dan siswa adalah semua faktor-faktor yang berkaitan dengan panca indera atau fisik guru dan siswa, yaitu apakah dalam keadaan sehat (normal) atau tidak sehat (tidak normal). Sedangkan faktor-faktor sosiologis guru dan siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar mengajar di kelas adalahh faktor kemampuan guru dan siswa dalam melakukan interaksi social dan komunikasi social, baik sesame guru, dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan guru dan kepala  sekolah dan staf kepala sekolah.
D. Latar belakang Profesionalisme seorang guru
Profesionalisme berakar pada kata profesi yang berarti pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian, profesionalisme itu sendiri dapat berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Profesionalisme guru dapat berarti guru yang profesional.
Menurut Sanusi, et.al dalam Sujipto (1994:17) bahwa ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut :
a)      Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosoial yang menentukan (crusial).
b)      Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu
c)      Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d)     Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
e)      Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f)       Proses pendidikan untuk jabatan itu juga aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
g)      Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang timbul yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h)      Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i)        Dalam prakteknya melayani masyarakat anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang lain.
j)        Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Ini berarti bahwa pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan yang lain.
Dengan bertitik tolak dari pengertian ini, maka guru profesional adalah orang yang memiliki keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan maksimal atau dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.
Perihal teori tentang guru profesional telah banyak dikemukakan oleh para pakar manajemen pendidikan, seperti Rice & Bishoporik dalam Bafadal (2003:5) dan Glickman dalam Bafadal (2003:5)  guru profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Profesionalisasi guru oleh kedua pasangan tersebut dipandang sebagi sebuah proses gerak yang dinamis dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan  (other-directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri. Peningkatan mutu yang berbasis sekolah (MPMBS) mensyaratkan adanya guru-guru yang memilki pengetahuan yang luas, kematangan, dan mampu menggerakkan dirinya sendiri dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu perlunya dilakukan peningkatan mutu profesi seorang guru baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, sekolah, maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang profesinya. Disamping itu, secara formal guru dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari media massa (surat kabar, majalah, radio, televisi dan lain-lain) atu dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Sedangkan Glickman dalam Bafadal (2003: 5) menegaskan bahwa seorang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya.
Lebih lanjut menurut Glickman, seorang guru profesional bilamana memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level commitment) komitmen lebih luas dari concern sebab komitmen itu mencakup waktu dan usaha. Tingkat komitmen guru terbentang dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang paling rendah ketempat yang paling tinggi. Guru yang memiliki komitmen rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada murid, demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meningkatkan mutu pendidikan pun sedikit. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatian terhadap murid, demikian pula waktu yang disediakan untuk peningkatan mutu pendidikan pun lebih banyak. Sedangkan tingkat abstraksi yang dimaksudkan disini adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, mengklarifikasi masalah-masalah pembelajaran, dan menentukan alternatif pemecahannya. Menurut Glickman dalam Bafadal (2003:5) guru yang memiliki abstraksi yang tinggi adalah guru yang mampu mengelola tugas, menemukan berbagai permasalahan dalam tugas, dan mampu secara mandiri memecahkannya.
Guru yang profesional bukan hanya sekadar alat untuk transmisi kebudayaan  tetapi mentransformasikan kebudayaan itu kearah budaya yang dinamis yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktivitas yang tinggi, dan kualitas karya yang bersaing. Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama: 1) dalam bidang profesi, 2) dalam bidang kemanusiaan, 3) dalam bidang kemasyarakatan.
Dalam bidang profesi, seorang guru profesional berfungsi untuk mengajar, mendidik, melatih, dan melaksanakan penelitian masalah-masalah  pendidikan. Dalam bidang kemanusiaan, guru profesional berfungsi sebagai pengganti orang tua khususnya didalam bidang peningkatan kemampuan intelektual peserta didik. Guru profesional menjadi fasilitator untuk membantu peserta didik mentransformasikan potensi yang dimiliki peserta didik menjadi kemampuan serta keterampilan yang berkembang dan bermanfaat bagi kemanusiaan.
Adapun 10 kompetensi profesional guru yang dikutip Samana (1994) adalah
1.         Guru dituntut mengusai bahan ajar, meliputi bahan ajar wajib, bahan ajar pengayaan, dan bahan ajar penunjang untuk keperluan pengajarannya.
2.         Guru mampu mengelola program belajar mengajar meliputi :
1.                  Merumuskan tujuan instruksional.
2.                  Mengenal dan dapat menggunakan metode pengajaran.
3.                  Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat.
4.                  Melaksanakan program belajar mengajar.
5.                  Mengenal kemampuan anak didik.
6.                  Merencanakan dan melaksanakan pengajaran.
3.         Guru mampu mengelola kelas antara lain mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran dan menciptakan iklim mengajar yang serasi sehingga Proses Belajar Mengajar berlangsung secara maksimal.
4.         Guru mampu mengunakan media dan sumber pengajaran untuk itu diharapkan mempunyai :
1.                  Mengenal, memilih dan menggunakan media.
2.                  Membuat alat bantu pengajaran sederhana.
3.                  Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam Proses Belajar Mengajar.
4.                  Mengembangkan laboratorium.
5.                  Menggunakan perpustakaan dalam Proses Belajar Mengajar.
6.                  Menggunakan mikro teaching dalam PPL.
5.         Guru menghargai landasan-landasan pendidikan. Landasan pendidikan adalah sejumlah ilmu yang mendasari asas-asas dan kebijakan pendidikan baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
6.         Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar. Dalam pengajaran guru dituntut cakap termasuk penggunaan alat pengajaran, media pengajaran dan sumber pengajaran agar siswa giat belajar bagi dirinya.
7.         Guru mampu menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
8.         Guru mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
9.         Guru mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10.     Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Berkaitan dengan itu Sahabuddin (1993:6) mengemukakan bahwa seorang guru profesional harus mempunyai empat gugus kemampuan yaitu: (a) merencanakan program belajar mengajar, (b) melaksanakan dan memimpin Proses Belajar Mengajar, (c) menilai kemajuan Proses Belajar Mengajar dan (d) memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi lainnya dalam penyempurnaan Proses Belajar Mengajar. Sedangkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pada pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi : kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh dari pendidikan profesi.
Didalam bidang kemasyarakatan, profesi guru berfungsi untuk memenuhi amanat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan diferensiasi tugas dari suatu masyarakat modern, sudah tentu tugas pokok utama dari guru profesional ialah didalam bidang profesinya tanpa melupakan tugas-tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Untuk mencapai suatu profesionalisme bukanlah hal yang mudah, tapi harus melalui suatu pendidikan dan latihan yang relevan dengan profesi yang ditekuni. Profesionalitas sangat diperlukan di era global, jika tidak maka kita akan tergilas oleh arus dan pada akhirnya tersisih.
Demikian pula halnya dengan guru, sebuah profesi yang tak kalah mulianya dibanding profesi yang lain, bahkan dari profesi inilah lahir generasi-generasi yang diharapkan menjadi penentu masa depan. Guru adalah aset nasional intelektual bangsa dalam pelaksanaan pendidikan yang mempersiapkan pengembangan potensi peserta didik dalam rangka melahirkan sumber daya manusia yang mampu, cerdas, terampil dan menguasai IPTEK serta berakhlak mulia guna menunjang peran serta dalam pembangunan.
Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas tidaklah semudah membalik telapak tangan, banyak masalah yang dihadapi dalam Proses Belajar Mengajar, diantaranya keterbatasan sumber belajar, keterbatasan  penguasaan pengetahuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dalam kemajuan pendidikan, cara menyampaikan materi pelajaran, cara membantu anak agar belajar lebih baik, cara membuat dan memakai alat peraga, peningkatan hasil belajar anak dan pelaksanaan berbagai perubahan kebijakan yang berhubungan dengan tugasnya.
Untuk menjawab permasalahan tersebut perlu diciptakan suatu sistem pembinaan profesional bagi guru yang berfungsi memberi bantuan kepada guru agar mereka dapat meningkatkan profesionalnya dengan berupaya menyelesaikan masalah yang hadapinya. Menurut Shapero dalam Bafadal (2003:10) menegaskan bahwa untuk memiliki pegawai yang profesional dapat ditempuh dengan menjawab 2 pertanyaan pokok yaitu bagaimana mendapatkan guru profesional dan bagaimana memberdayakan guru sehingga mandiri dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kegiatan-kegiatan esensial untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam peningkatan mutu pendidikan yaitu: 1) rekrutmen guru mulai dari perencanaan guru, seleksi guru dan pengangkatan guru, 2) peningkatan kemampuan guru, 3) peningkatan motivasi kerja guru, 4) pengawasan kinerja guru.
Pemerintah sudah menunjukkan perhatian serius terhadap guru dengan berupaya meningkatkan anggaran pendidikan dan membuat produk hukum yang mengatur tentang guru yaitu Undang-undang Guru.
Dalam undang-undang ini, sudah diatur mulai dari ketentuan umum kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas guru, kualifikasi kompetensi dan sertifikasi, hak dan kewajiban serta sanksi. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan aturan perundang-undangan. Guru berfungsi untuk meningkatkan martabat sebagai agen pembelajaran, pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Serta pengabdian pada masyarakat berfungsi meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip memiliki bakat minat, panggilan jiwa dan idealisme, memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, memperoleh penghasilan sesuai prestasi kerja. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hak yang berkaitan dengan keprofesionalan guru.
Untuk menjadi guru yang profesional maka dituntut sejumlah kemampuan yang bukan hanya menguasai Proses Belajar Mengajar tetapi juga menguasai IPTEK. Hal ini tidak akan dicapai jika tidak didukung oleh tingkat pendidikan yang memadai. Tingkat pendidikan tenaga kependidikan (guru) merupakan jenjang pendidikan profesional yang diperoleh di perguruan tinggi yang mencakup program DI, DII, DIII, S1, S2 dan S3. Perbedaan tingkat pendidikan membawa implikasi terhadap perbedaan kualifikasi profesionalisme guru. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi profesionalismenya dan sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan semakin rendah pula tingkat profesionalismenya.
Pengalaman kerja merupakan suatu hal yang sangat penting dalam meningkatkan keterampilan guru, karena guru yang berpengalaman dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tidak terlalu banyak menggunakan waktu, bahkan hasil-hasilnya diperoleh lebih baik dibanding dengan guru yang belum berpengalaman. Hal ini sangatlah beralasan, karena selama bertugas sebagai guru dengan sendirinya akan terjadi proses belajar dalam diri guru itu sendiri, pengalaman kerja lagi diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang kreatif dan inspiratif dalam memajukan tugasnya hingga pada akhirnya menemukan jalan sendiri dalam memecahkan persoalan tanpa meninggalkan prosedur kerja yang sebenarnya. Dengan demikian semakin lama seorang guru menekuni bidang pendidikan dan pengajaran, maka ia akan menemukan berbagai hal baru yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Dari uraian di atas, maka dengan tingkat pendidikan yang memadai, seorang guru diharapkan memiliki pengetahuan, kemampuan dasar keguruan, sikap dan keterampilan yang memadai serta didukung oleh pengalaman mengajar yang telah dimiliki maka diharapkan seorang guru mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dan kemampuan yang maksimal, sehingga menghasilkan mutu. Kerangka konseptual tersebut mengacu pada pendapat Shapero.

DAFTAR PUSTAKA
Abied. 2007. Menjadi Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangka.  Remaja Rodaskarya, Bandung.
Anonim a. 2010. Profesionalisme guru dalam Proses Belajar mengajar. http://meetabied.wordpress.com/2009/10/30/peningkatan-profesionalisme-guru-dalam-mengajar/. Diakses pada tanggal 10 Desember 2010.
Anonim b. 2010. Hakekat Profesional Guru. http://adzillina.blogspot.com/2009/11/hakekat-profesional-guru.html. Diakses pada tanggal 10 Desember 2010.
Anonim c. 2010. Tugas dan Peranan Guru dalam Proses Belajar Mengajar. http://www.alfurqon.or.id/component/content/article/64-guru/58-tugas-dan-peran-guru. Diakses pada tanggal 10 Desember 2010.
Hadis, Abdul. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Mulyasa. 2005.  Menjadi Guru Profesional : Dalam konteks menyukseskan MBS dan KBK, Remaja Rodaskarya. Bandung.
Zainal Aqib. 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Jakarta : Insan Cendekia.
Zamroni. 2001.  Paradigma Pendidikan Masa Depan. Biograff Publishing. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar